TY - GEN AU - Andree Surianta T1 - Primum Non-Nocere: Sebuah Pendekatan Kebijakan untuk Investasi Farmasi di Indonesia T2 - Center for Indonesian Policy Studies PB - Center for Indonesian Policy Studies DA - 2020/9/20/ PY - 2020 AB - Meski Covid-19 telah mengacaukan perdagangan dan investasi internasional, pandemi ini sejatinya merupakan sebuah krisis kesehatan global. Dengan meningkatnya perhatian terhadap Rantai Nilai Global (RNG), industri farmasi selalu muncul dalam diskusi-diskusi pemerintah yang saat ini sedang cemas. Banyak pihak ingin melokalisasi rantai pasok farmasi untuk memastikan adanya akses ke amunisi penting untuk melawan sebuah pandemi. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa farmasi adalah sebuah industri dengan dinamika yang unik: adanya dorongan besar untuk efisiensi biaya dan di sisi lain juga ada tanggung jawab kesehatan dan lingkungan yang sangat besar. Seperti RNG lain, globalisasi manufaktur farmasi didorong oleh upaya untuk mencapai efektivitas biaya. Proses penelitian dan pengembangan yang panjang biasanya hanya menyisakan kurang dari 10 tahun masa perlindungan paten untuk mengembalikan sekitar USD 1,5 - USD 2,6 miliar yang dikeluarkan untuk menemukan sebuah obat (ABPI, 2012; Berger et al., 2016). Maka dari itu, dorongan untuk menurunkan biaya produksi pada industri ini sangat besar. Kondisi tersebut telah menyebabkan munculnya tren pemindahan operasional ke negara lain (offshoring) dan ke perusahaan lain (outsourcing) oleh perusahaan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) yang membuat kontrak dengan produsen (CDMOs) di Republik Rakyat Tiongkok dan India selama 20 tahun terakhir. AS dan UE tertarik pada kedua negara produsen tersebut karena skala ekonomi yang besar, ketersediaan tenaga kerja terampil yang murah, dan peraturan lingkungan yang relatif longgar (Horner, 2018; Mullin, 2018). Mengingat karakteristik yang spesifik ini, pemerintah mana pun yang mencoba untuk dengan segera meningkatkan kapasitas manufaktur farmasi perlu mempertimbangkan dengan hati-hati. DO - 10.35497/345823 ER -