@misc{10.35497/356365, author = {Siti Alifah Dina and Thomas Dewaranu}, title = {Reformasi Regulasi untuk Peningkatkan Partisipasi Pengusaha Mikro Perempuan dalam E-Commerce}, publisher = {Center for Indonesian Policy Studies}, day = {20}, month = {2}, year = {2022}, abstract = {Lanskap kewirausahaan Indonesia didominasi oleh usaha-usaha mikro, yang sebagian besar dijalankan secara informal oleh perempuan sebagai pemilik dan/atau pekerja. Mayoritas pengusaha mikro perempuan terdorong untuk berwirausaha karena kebutuhan ekonomi. Masuknya mereka ke pasar informal yang berisiko tinggi turut diakibatkan oleh sedikitnya manfaat yang mereka rasakan dari kepemilikan izin usaha, yang tidak sepadan dengan proses pendaftaran yang panjang dan memakan biaya. Norma tradisional, peran gender, serta akses yang terbatas terhadap aset dan pendidikan formal secara tidak adil berdampak terhadap para pengusaha mikro perempuan. Pandemi COVID-19 semakin membuat mereka rentan karena pendapatan mereka berkurang dan mereka terpaksa harus melakukan pekerjaan rumah tangga secara ekstra akibat diberlakukannya kebijakan lockdown dan pembatasan kegiatan secara fisik. Ledakan ekonomi digital berpotensi menguntungkan para pengusaha perempuan dengan mengurangi hambatan masuk (entry barriers) ke pasar dan merampingkan rantai pasok. Namun, rendahnya kualifikasi pendidikan, literasi komputer dan teknologi informasi, serta adanya norma-norma gender tradisional membentuk hambatan struktural bagi pengusaha-pengusaha perempuan ini yang ingin meningkatkan usahanya melalui e-commerce. Birokrasi yang berlebihan dalam ekonomi digital juga menciptakan hambatan masuk bagi usaha-usaha mikro milik perempuan. Selain perizinan usaha yang bersifat umum, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mewajibkan penjual online yang memiliki situs web sendiri untuk memiliki izin sesuai dengan Permendag No. 50/2020, diikuti dengan sanksi-sanksi administratif seperti peringatan tertulis, daftar hitam (blacklist), dan pemblokiran layanan bagi yang tidak mematuhi. Kendati demikian, masih banyak usaha mikro yang belum mengerti tentang kewajiban perizinan ini. Karena banyak pengusaha mikro yang menganggap perizinan sebagai proses yang panjang dan mahal, persyaratan ini dapat mengurangi minat mereka untuk memasuki pasar digital atau bahkan mendorong mereka menggunakan platform-platform yang tidak aman, yang justru berlawanan dengan upaya pemerintah untuk digitalisasi 30 juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada tahun 2023. Makalah ini mengusulkan tiga reformasi untuk membina dan menjaga keberlanjutan usaha- usaha mikro milik perempuan melalui momentum ledakan digital: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenKopUKM) dan Badan Pusat Statistik (BPS) perlu menyusun data UMKM yang terpilah secara gender (gender- disaggregated) sebagai dasar atas upaya yang terkoordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintah dalam merancang intervensi yang sensitif terhadap aspek gender. Data yang reliabel memungkinkan pengambil kebijakan untuk menyalurkan sumber daya yang tersedia ke pihak yang paling membutuhkan dan membantu merancang program-program pemberdayaan perempuan yang dapat menghasilkan dampak positif sosial yang tertinggi. Upaya digitalisasi terkoordinasi yang sensitif gender dari kementerian dan lembaga pemerintahan perlu dituangkan secara formal dalam sebuah strategi tingkat nasional seperti Peta Jalan Transformasi Ekonomi Digital 2021-2024 dan Strategi Nasional Ekonomi Digital—yang keduanya sedang digodok oleh pemerintah. Kemendag sebaiknya merevisi Permendag No. 50/2020 dengan menghapus sanksi-sanksi administratif untuk usaha online informal dan membebaskan usaha-usaha mikro yang memiliki situs web sendiri dari kewajiban memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE) yang dapat menghalangi mereka beralih ke pasar online. Sebagai alternatif, SIUPMSE untuk usaha mikro masih bisa diberlakukan, namun sebagai izin yang sifatnya tidak wajib. Misalnya, Kemendag dapat memberikan insentif dalam bentuk pemberian ‘label’ terdaftar atau tersertifikasi bagi usaha-usaha mikro yang bersedia mendapatkan SIUPMSE untuk membantu membangun merek (branding) digital mereka. Reformasi-reformasi ini akan menciptakan lebih banyak usaha mikro yang berdaya, khususnya milik perempuan, untuk mengambil manfaat dari ekonomi digital.}, doi = {10.35497/356365}, }