Lahirnya Tata Kelola Perdagangan Baru setelah Omnibus Law
Enero 30, 2022  //  DOI: 10.35497/354904
Krisna Gupta, Deasy Pane, Donny Passaribu

Metrics

  • Eye Icon 4 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 4 views  //  0 downloads
Lahirnya Tata Kelola Perdagangan Baru setelah Omnibus Law Image
Abstract

Praktik perizinan perdagangan di Indonesia memiliki sejumlah permasalahan, antara lain proses yang panjang, kurangnya transparansi, dan buruknya kualitas data. Untuk menangani masalahmasalah ini, pemerintah Indonesia memperkenalkan konsep Neraca Komoditas (NK) sebagai bagian dari implementasi Omnibus Law Cipta Kerja 2020. NK bertujuan untuk menyediakan data dan meningkatkan transparansi proses perizinan perdagangan.

Neraca Komoditas merupakan basis data terintegrasi yang berisi data tentang penawaran dan permintaan agregat berbagai jenis barang secara nasional. Basis data ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengontrol perdagangan internasional, yaitu sebagai dasar pemberian izin impor dan ekspor dengan melacak defisit dan surplus neraca permintaan penawaran agregat. Sebagai awal penerapan, NK untuk lima barang telah ditetapkan, yaitu beras, garam, gula, daging sapi, dan produk-produk perikanan. Sementara itu, produk lainnya direncanakan akan mengimplentasikan NK pada tahun 2023.

Rencananya, sistem NK ini akan diberlakukan melalui penerbitan peraturan presiden. Dengan diberlakukannya NK, satu tahapan dalam proses perizinan akan dikurangi. Selain itu, NK juga akan meningkatkan transparansi dengan harapan dapat mengurangi potensi korupsi dalam proses pemberian izin perdagangan.

Namun demikian, dalam implementasinya, NK dihadapkan dengan berbagai potensi masalah. Pengumpulan data konsumsi dan produksi di tingkat perusahaan, konsumen, produk, industri, dan nasional akan tidak mudah. Data NK akan semakin sulit dikumpulkan apabila melibatkan berbagai produk dalam rantai nilai industri dan jejaring produksi global. Permasalahan pengumpulan data juga berpotensi terjadi karena adanya ketidaksepakatan antar kementerian terkait data mana yang sebaiknya digunakan. Selain itu, NK hanya akan mencakup simplifikasi dari data kuantitatif produksi dan konsumsi yang belum memperhatikan informasi kualitatif yang penting dalam pengambilan keputusan bisnis, seperti: variasi, kualitas, serviceability, dan deliverability. Walaupun permasalahan perbedaan data antar kementerian mungkin dapat dimitigasi, perbedaan data antar perusahaan dan industri akan lebih sulit untuk ditangani.

NK berpotensi untuk memperbaiki transparansi dan birokrasi perizinan impor dan ekspor untuk produk yang saat ini sudah diregulasi. Namun demikian, penerapan NK bagi barang-barang lain yang belum diregulasi berpotensi untuk semakin menambah birokrasi yang akan mengganggu efisiensi pasar. Saat ini, melakukan ekspor dan impor di Indonesia sudah relatif sulit bahkan bagi para perusahaan yang sudah berpengalaman. Regulasi yang terlalu banyak dan kompleks akan mengurangi insentif para perusahaan untuk berpartisipasi dalam perdagangan global maupun untuk berinvestasi. Penerapan NK sebagai kontrol perdagangan akan justru bertentangan dengan semangat Omnibus Law Cipta Kerja dan komitmen Indonesia dalam berbagai forum internasional.

Penerapan NK pada lima komoditas dapat menguji seberapa efisien, akurat dan transparan sistem ini dapat berjalan. Evaluasi sistem baru ini sebaiknya dilengkapi dengan survei kepada perusahaan-perusahaan pengekspor dan pengimpor serta observasi terhadap respon dari mitra perdagangan Indonesia Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan komunikasi publik tentang NK
sebelum sistem ini diterapkan. Hingga saat ini, masih banyak pemangku kepentingan, termasuk lembaga pemerintah, media, akademisi, dan pelaku usaha, yang belum mengerti tentang NK. Kurangnya diskusi publik ini dapat menciptakan ketidakpastian dan iklim bisnis yang kurang ramah di Indonesia.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 4 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 4 views  //  0 downloads