Memerangi Alkohol Ilegal dengan Penegakan Hukum: Studi Kasus di Wilayah Bandung Raya
Oktober 31, 2019  //  DOI: 10.35497/290961
Mercyta Jorsvinna Glorya, Kidung Asmara Sigit

Metrik

  • Eye Icon 857 views
  • Download Icon 1393 kali diunduh
Metrics Icon 857 views  //  1393 kali diunduh
Memerangi Alkohol Ilegal dengan Penegakan Hukum: Studi Kasus di Wilayah Bandung Raya Image
Abstrak

Selama Januari hingga April 2018, lebih dari 100 orang di beberapa tempat di Indonesia mati
akibat mengonsumsi alkohol oplosan. Alkohol tersebut mengandung metanol, yang merupakan
alkohol untuk industri dan tidak bisa dikonsumsi manusia. Banyak dari kasus tersebut terjadi
di daerah Bandung Raya, yaitu daerah metropolitan yang terdiri dari Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi, di mana 57 peristiwa telah tercatat.

Setahun kemudian, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) melakukan studi kasus di wilayah
Bandung dan sekitarnya untuk mencari tahu apakah upaya pemerintah untuk mengamankan
penjualan alkohol oplosan telah berhasil dan mampu untuk mencegah terjadinya tragedi serupa
di masa yang akan datang. Wawancara dilakukan dengan pihak pemerintah daerah, kepolisian,
penegak hukum daerah Satpol PP, dan beberapa pemangku kepentingan lainnya.

Studi ini menemukan bahwa upaya penegakan hukum menghadapi tantangan-tantangan serius.
Sumber daya manusia tidak cukup. Baik Satres Narkoba Kepolisian Kabupaten Bandung maupun
Satpol PP di Kota Cimahi hanya memiliki satu petugas untuk sekitar 150.000 warga di bawah
yurisdiksi mereka. Para petugas ini memiliki beberapa target dan tidak hanya terfokus pada
masalah alkohol oplosan. Selain itu, mereka juga tidak memiliki anggaran khusus untuk masalah
tersebut, serta tidak memiliki peralatan teknis yang memadai. Untuk menanggulangi masalah
alkohol oplosan mereka membutuhkan catatan dan pengelolaan data yang lebih baik, yang saat
ini kondisinya sangat menyulitkan pihak berwenang untuk membuat perencanaan strategis.
Gesekan antar institusi memengaruhi kerja sama antara beberapa badan pemerintah dan
ada beberapa praktik korupsi, di mana vendor alkohol oplosan diberikan peringatan sebelum
dilakukannya penggerebekan.

Indonesia sebaiknya melakukan reformasi regulasi untuk mendorong tersedianya alkohol
yang diproduksi sesuai standar agar lebih terjangkau serta dapat diakses lebih mudah. Survei
yang dilakukan terhadap konsumen alkohol di Bandung menunjukkan bahwa oplosan adalah
kategori yang paling sering dibeli karena murah dan lebih mudah didapat. Regulasi saat ini
yang mengatur usia 21 tahun sebagai batas legal minimum untuk mengonsumsi alkohol perlu
untuk lebih ditegakkan lagi. Kedua, diperlukan adanya anggaran daerah yang dikhususkan
untuk memerangi alkohol oplosan serta penambahan jumlah petugas yang sudah terlatih pada
badan penegak hukum. Badan-badan tersebut juga harus bekerja sama dengan organisasi
masyarakat yang mempunyai hubungan dekat dengan masyarakat lokal untuk mengidentifikasi
dan mengusut vendor oplosan. Ketiga, upaya edukasi dan konseling di sekolah-sekolah dan
universitas perlu ditingkatkan lagi. Para pemuda perlu belajar tentang bahaya keracunan
metanol dari mengonsumsi alkohol oplosan. Saat ini, hanya segelintir mahasiswa di Bandung
yang menyatakan pernah mendengar kampanye tentang bahaya kosumsi alkohol oplosan.

Teks lengkap
Show more arrow
 

Metrik

  • Eye Icon 857 views
  • Download Icon 1393 kali diunduh
Metrics Icon 857 views  //  1393 kali diunduh