Peningkatan Kinerja Indonesia dalam Indeks Kemudahan Berusaha - Reformasi Kebijakan untuk Meningkatkan Indikator 'Memulai Usaha'
November 15, 2018  //  DOI: 10.35497/270471
Imelda Magdalena Freddy, Novani Karina Saputri

Metrik

  • Eye Icon 1119 views
  • Download Icon 653 downloads
Metrics Icon 1119 views  //  653 downloads
Peningkatan Kinerja Indonesia dalam Indeks Kemudahan Berusaha \u002D Reformasi Kebijakan untuk Meningkatkan Indikator \u0027Memulai Usaha\u0027 Image
Abstrak

Presiden Joko Widodo menetapkan target untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam indeks Kemudahan Usaha (Ease of Doing Business/EoDB) Bank Dunia dari peringkat ke-72 menjadi ke-40 pada tahun 2019. Satu kendala untuk mencapai target ini adalah ranking
Indonesia dalam Indikator Memulai Usaha, dimana saat ini Indonesia berada pada peringkat ke-144 dari 190 negara. Berdasarkan Laporan EoDB 2018, diperlukan 23 hari dan 11 prosedur untuk mendaftarkan sebuah bisnis di Indonesia.

Untuk mencapai target ini, pemerintahan menerapkan prosedur pararel serta memperkenalkan program Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS) yang diresmikan pada Juli 2018. Namun kesuksesan kebijakan ini masih terkendala, diantaranya karena kurangnya informasi terkait registrasi usaha, infrastruktur TI yang tidak memadai, dan sulitnya menyelaraskan sistem pemerintah pusat dengan daerah di dalam sistem OSS. Akibatnya, kebijakan yang dibuat serta penerapan OSS belum berfungsi sebagaimana mestinya.

Studi kasus di Jakarta, Bandung, dan Bandar Lampung menunjukan bahwa ada satu peraturan daerah dan satu peraturan pusat yang harus direvisi untuk mempercepat registrasi usaha di Indonesia. Pemerintah perlu menghapus sebuah prosedur dari proses registrasi usaha dan mengembangkan kerja sama dengan sektor swasta lokal dan asosiasi pengusaha untuk meningkatkan OSS. Perubahan ini akan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mendaftarkan usaha hingga 17 hari. Reformasi ini akan sangat menguntungkan bagi usaha kecil dan menengah karena skala usaha ini paling dominan di Indonesia (sekitar 98% dari seluruh unit usaha). Pengurangan waktu yang diperlukan untuk mendaftarkan usaha akan cukup untuk meningkatkan peringkat Indonesia dari peringkat ke-144 menjadi ke-75 dalam Indikator Memulai Usaha.

Berdasarkan temuan ini, terdapat 4 rekomendasi perubahan kebijakan. Pertama, pemerintah provinsi DKI Jakarta perlu merevisi Peraturan Kepala Bidang Investasi dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 23 Tahun 2017 Pasal 2d. Wajib Lapor Ketenagakerjaan (WLK) yang ditetapkan dalam peraturan ini harus dihapus dari persyaratan registrasi usaha karena tidak sejalan dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 14 Tahun 2006, yang tidak menyatakan bahwa WLK diperlukan untuk registrasi usaha. Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Pasal 78 harus direvisi agar pemerintah pusat bekerja sama dengan asosiasi/komunitas pengusaha lokal dalam menyebarluaskan informasi tentang OSS agar informasi ini tersebar ke daerah pelosok. Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Pasal 88 perlu direvisi untuk memastikan bahwa kementerian yang terkait pada sistem OSS mendampingi pemerintah daerah untuk menyelaraskan standar prosedur pengoperasian dan peraturan dalam penerapan OSS. Pendampingan ini diberikan selama satu tahun, setelah itu perlu diberlakukan sanksi bagi pemerintah daerah yang gagal mematuhi prosedur baru untuk mendaftarkan usaha melalui OSS. Keempat, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Pasal 91 perlu diubah untuk memastikan pemerintah daerah bekerja sama dengan sektor swasta untuk meningkatkan infrastruktur TI di semua wilayah dalam rangka mendukung OSS. Partisipasi sektor swasta sangat penting karena memiliki sumber daya untuk menyediakan akses Internet dan komputer yang diperlukan dalam penerapan OSS di kabupaten dan kotamadya di seluruh Indonesia.

Full text
Show more arrow
 

Metrik

  • Eye Icon 1119 views
  • Download Icon 653 downloads
Metrics Icon 1119 views  //  653 downloads