Reformasi Kebijakan pada Industri Unggas di Indonesia
Janeiro 20, 2019  //  DOI: 10.35497/271879
Carmelo Ferlito, Hizkia Respatiadi

Metrics

  • Eye Icon 1360 views
  • Download Icon 1626 downloads
Metrics Icon 1360 views  //  1626 downloads
Reformasi Kebijakan pada Industri Unggas di Indonesia Image
Abstract

Industri unggas di Indonesia adalah sektor utama bagi perekonomian nasional, yang memasok 65% protein hewani dan mempekerjakan 10% tenaga kerja nasional. Meskipun produksi lokal berhasil memenuhi permintaan domestik, potensi pertumbuhannya tetap tinggi di seluruh Indonesia dan secara konsisten sesuai dengan ekspektasi kenaikan PDB per kapita. Hal ini menyebabkan pasar menjadi sehat serta menarik dan membuat perusahaan asing baru masuk secara berkala. Dalam sepuluh tahun terakhir, proses produksi telah berevolusi dan dimodernisasi. Pasar didominasi oleh lima pemain utama—tiga perusahaan asing yang beroperasi memproduksi pakan ternak dan dua perusahaan memproduksi anak ayam umur sehari (DOC). Meskipun ekspektasi terhadap industri ini sangat positif, harga ayam broiler dan telur di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di Eropa dan Amerika.

Dari bulan Maret– Oktober 2018, harga daging ayam broiler di Indonesia rata-rata sekitar Rp40.500/kg, sedangkan di Uni Eropa harganya sekitar Rp32.600/kg (+24%). Dalam periode yang sama, harga rata-rata telur di Indonesia adalah sekitar Rp28.000/kg, sedangkan harga telur di Uni Eropa adalah sebesar Rp21.000/kg (+33%). Perbedaan harga ini sebagian disebabkan oleh perbedaan permintaan dan penawaran—Indonesia adalah negara Muslim, jadi permintaan daging ayam lebih besar daripada di negara-negara dengan konsumsi daging babi yang lebih tinggi. Namun, yang mengejutkan adalah harga di Indonesia lebih tinggi meskipun biaya produksi lebih rendah. Upah petani di Indonesia lebih rendah daripada di Eropa. Selain itu, pada tahun 2012 Uni Eropa melarang ayam petelur yang dikandangkan. Hal ini memaksa para peternak ayam petelur untuk mengurangi kepadatan unggas dan menerapkan metode produksi yang lebih mahal, sehingga mendorong biaya produksi telur naik. Biaya produksi di Uni Eropa lebih tinggi, tetapi harga konsumen lebih rendah. Perbedaan harga ini sebagian juga disebabkan oleh kondisi pasar umum di UE dan Indonesia.

Sementara pasar Eropa adalah pasar yang matang, pertumbuhan berkelanjutan di Indonesia yang didukung oleh peningkatan permintaan, menjadi elemen penting yang menyebabkan harga tetap tinggi. Sementara banyak faktor ekonomi berada di luar kendali Indonesia, harga juga dipengaruhi oleh kebijakan publik Indonesia. Oleh karena itu, kami mengusulkan modifikasi kebijakan yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan industri yang sehat, yang dapat disertai juga dengan harga yang lebih rendah. Tindakan penting pertama adalah menyelaraskan peraturan yang ada, khususnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 57 Tahun 2015 tentang surat rekomendasi menteri untuk impor jagung dan hak impor jagung. Saran kedua kami, terkait dengan Permentan Nomor 26 Tahun 2016, adalah untuk membebaskan impor stok induk,1 yang memungkinkan produsen unggas untuk lebih bebas menerapkan strategi kewirausahaan yang sehat daripada mengandalkan estimasi pemerintah yang salah. Pada saat yang sama, kami percaya bahwa Indonesia perlu untuk terjun ke pasar jagung internasional, alih-alih menjalankan kebijakan perdagangan proteksionis untuk menggenjot produksi lokal. Peraturan saat ini telah mendorong harga jagung domestik menjadi sangat tinggi dibandingkan dengan harga internasional. Karena jagung adalah komponen utama pakan unggas, dan pakan unggas merupakan biaya terbesar dalam produksi unggas di Indonesia, akses bebas ke pasar internasional akan secara positif sangat memengaruhi biaya produksi di industri unggas sehingga dapat membantu harga menjadi lebih rendah. Terakhir, pemerintah dapat memainkan peran penting dalam memperbaiki infrastruktur, yang pada saat ini membebani industri—terutama dalam hal pengiriman bahan mentah untuk pakan ternak dari pelabuhan ke pabrik. Perbaikan infrastruktur jalan juga akan memungkinkan pengangkutan alat berat, yang selanjutnya mendorong modernisasi industri unggas.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 1360 views
  • Download Icon 1626 downloads
Metrics Icon 1360 views  //  1626 downloads