Penanaman Modal Asing di Sektor Pertanian Indonesia
Abril 29, 2021  //  DOI: 10.35497/345258
Donny Pasaribu, Arumdriya Murwani, Indra Setiawan

Metrics

  • Eye Icon 393 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 393 views  //  0 downloads
Penanaman Modal Asing di Sektor Pertanian Indonesia Image
Abstract

Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menarik lebih banyak perdagangan dan penanaman modal, serta untuk berintegrasi lebih lanjut ke dalam perekonomian global. Negara ini secara aktif telah mengupayakan kerja sama ekonomi, baik melalui perjanjian regional, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan dengan negara-negara lain secara individu, seperti Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia-Australia (IA-CEPA).

Terlepas dari upaya integrasi ini, pemerintah hanya memberikan perhatian yang relatif kecil untuk meningkatkan penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian Indonesia. PMA di Indonesia pada sektor ini hanya berjumlah 3-7% dari total realisasi PMA antara tahun 2015 dan 2019. Selain itu, mayoritas PMA di sektor pertanian Indonesia ada di sub-sektor kelapa sawit, yang memang dipandang lebih menguntungkan dibandingkan sub-sektor lainnya. Melalui wawancara dengan investor asal Australia, asosiasi-asosiasi bisnis Australia, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia, makalah ini mengidentifikasi beberapa masalah yang berdampak pada keputusan investor untuk berinvestasi di sektor pertanian Indonesia.

Masalah lahan merupakan isu utama yang dipertimbangkan dalam membuat keputusan berinvestasi di sektor ini. Masalah sewa dan kepemilikan lahan berpotensi menimbulkan konflik agraria yang kemudian dianggap menjadi risiko investasi. Akibatnya, investasi swasta di sektor hulu pertanian masih terbatas. Mengatasi isu lahan membutuhkan reformasi secara meluas yang bisa meningkatkan kejelasan kepemilikan lahan, terutama di wilayah pedesaan di Indonesia.

Memperbaiki ketersediaan infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan, dan listrik di luar Jawa juga masih merupakan hal yang penting. Lahan luas yang dibutuhkan untuk bisnis pertanian berskala besar hanya tersedia di luar Jawa. Maka tanpa infrastruktur yang memadai, investor tidak akan tertarik untuk berinvestasi di sektor pertanian, karena dianggap tidak menguntungkan. Meskipun beberapa investor bersedia untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung usaha mereka, namun margin yang tidak terlalu besar dari hasil panen tanaman pangan tidak bisa menyeimbangkan biaya yang dikeluarkan untuk infrastruktur.

Perubahan lebih luas pada kebijakan perdagangan pangan juga dibutuhkan, terutama yang terkait dengan hal keterbukaan perdagangan dan peran BUMN dalam mencapai tujuancswasembada. Harga yang harus dibayar untuk mencapai swasembada adalah harga pangan
domestik yang lebih tinggi, diversifikasi konsumsi pangan yang minim, dan alokasi sumbercdaya yang keliru. Dengan mendorong BUMN untuk mencapai tujuan swasembada, pemerintahcmendorong realokasi sumber daya dari yang sudah produktif ke proyek-proyek swasembadacyang lebih mahal, dan kadang-kadang tidak realistis

Gangguan harga yang diakibatkan oleh kebijakan swasembada juga memiliki dampak misalokasi. Dampak misalokasi ini mengarahkan sumber daya yang ada ke sub-sektor pertanian yang kurang produktif namun dilindungi, dan juga menjadi penghalang bagi investor yang tidak mau menghadapi risiko politis dengan berinvestasi di sektor pertanian. Perdagangan terbuka tidak hanya akan membuat pangan lebih terjangkau, tetapi juga menghapuskan dampak gangguan harga akibat kebijakan terdahulu di sektor ini. Menghilangkan dampak gangguan-gangguan harga tersebut akan membuat petani dan investor bisa mengalokasikan sumber dayanya seturut dengan tujuan keuntungan dan produktivitas mereka.

Meningkatkan mekanisme kebijakan sehingga lebih terprediksi juga penting untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap iklim regulasi Indonesia. Ketidakpastian regulasi masih menjadi masalah utama yang menghalangi penanaman modal di Indonesia. Meskipun telah ada upaya deregulasi dengan diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, namun implementasi peraturan ini tetap bisa berubah untuk merespons tekanan dari masyarakat. Perubahan-perubahan ini berpotensi menciptakan ketidakpastian iklim regulasi yang dapat mempersulit penanaman modal asing.

Kapasitas kelembagaan juga perlu ditingkatkan agar lebih siap mengakomodasi PMA. Hal ini penting terutama bagi kementerian dan instansi pemerintah yang terlibat dalam perdagangan dan investasi sektor pertanian, serta pemerintah daerah di tingkat lokal. Selain itu, upaya untuk memangkas birokrasi, seperti yang diukur melalui peringkat Indonesia dalam indeks kemudahan berbisnis Bank Dunia (Ease of Doing Business Index), masih sangat penting.

Terakhir, instansi pemerintah yang berwenang dapat fokus pada program yang dapat membina hubungan antara pengusaha Indonesia dan Australia. Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal bisa meningkatkan keterlibatan mereka dengan asosiasi industri dan kemudian mengadakan acara yang bisa menghubungkan mereka dengan pengusaha-pengusaha Australia. Cara lain untuk membina hubungan yang baik adalah dengan menegosiasikan peningkatan kuota visa Bekerja dan Berlibur (Working and Holiday Visa) bagi masyarakat Indonesia untuk bekerja di Australia dan melalui program pertukaran budaya dan bahasa.

Partisipasi dalam perekonomian global selalu menjadi faktor penting dalam pengembangan perekonomian Indonesia. Sejak sebelum Indonesia modern berdiri, migrasi dan perdagangan internasional telah memfasilitasi penyebaran ide dan budaya dalam proses panjang yang membentuk negara ini hingga seperti sekarang. Hal tersebut merupakan proses evolusi berkelanjutan, meskipun prosesnya bisa berlangsung secara cepat atau lambat.

Akhir-akhir ini, integrasi Indonesia ke dalam perekonomian global telah diperkuat dengan keputusan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan penanaman modal asing sebagai prioritas masa jabatannya yang kedua (2019-2024). Sejak itu, Indonesia secara aktif telah mengupayakan kerja sama ekonomi resmi, baik melalui perjanjian regional, seperti Regional Comprehensive Formal Economic Partnership (RCEP) dan dengan negara-negara lain secara individu, seperti Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia-Australia (IA-CEPA).

Langkah-langkah tersebut menandakan keterbukaan Indonesia terhadap perdagangan dan penanaman modal asing dan kesediaannya untuk berintegrasi lebih lanjut ke dalam perekonomian global. Walaupun banyak upaya yang dicurahkan untuk menarik penanaman modal di sektor infrastruktur, manufaktur, pariwisata, dan ekonomi digital, hanya sedikit upaya yang dilakukan untuk menarik PMA di sektor pertanian Indonesia. Faktor yang mendukung atau menghalangi PMA sektor pertanian bisa berbeda dari yang ada di sektor-sektor lain. Pemahaman mendalam mengenai faktor yang khusus berlaku di sektor pertanian penting bagi pembuat kebijakan, investor, dan pengembangan pemahaman akademik di sektor ini. Pengetahuan ini akan membantu pembuat kebijakan untuk secara efektif mendukung pengembangan perekonomian desa dan pertanian yang berkelanjutan.

Full text
Show more arrow
 
More from this repository
Mereformasi Kebijakan Perdagangan untuk Menurunkan Harga Jagung di Indonesia
Mereformasi Kebijakan Perdagangan untuk Menurunkan Harga Jagung di Indonesia  Image
🧐  Browse all from this repository

Metrics

  • Eye Icon 393 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 393 views  //  0 downloads