Siapa yang Bertanggung Jawab atas Konten Buatan Pengguna (UGC) pada Platform Digital di Indonesia?
Апрель 23, 2021  //  DOI: 10.35497/341778
Indra Setiawan

Metrics

  • Eye Icon 134 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 134 views  //  0 downloads
Siapa yang Bertanggung Jawab atas Konten Buatan Pengguna (UGC) pada Platform Digital di Indonesia? Image
Abstract

Pesan Utama :
Konten buatan pengguna atau biasa disebut user-generated content (UGC) secara etis dan legal dimiliki oleh pembuat konten itu sendiri. Aturan kepemilikan ini berlaku terlepas dari apakah pembuat konten menawarkan sebuah produk atau layanan online, mengemukakan pandangan mereka akan suatu hal, membagikan informasi, analisis, atau opini dalam bentuk teks maupun multimedia.

Platform UGC disediakan oleh penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang mempublikasikan konten yang dibuat dan diunggah langsung oleh para penggunanya, bukan oleh pihak penyelenggara itu sendiri. UGC terbentuk dari sejumlah informasi yang sangat beragam, termasuk gambar, video, komentar, dan penawaran produk yang diunggah di situs internet tertentu atau dibagikan melalui aplikasi pengirim pesan.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomor 5 Tahun 2020 melarang jenis konten tertentu, namun tidak memberikan definisi yang jelas, terutama untuk yang dianggap “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum”. Tanpa definisi jelas untuk konten yang dilarang, tugas untuk menyaring dan memoderasi konten pada platform PSE yang sejalan dengan peraturan pemerintah menjadi semakin rumit. Hal tersebut berisiko menyebabkan PSE terlalu berhati-hati hingga memblokir konten secara berlebihan karena ragu akan legalitas konten tersebut.

Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 menyatakan bahwa PSE dapat dibebaskan dari tanggung jawab hukum atas konten yang dilarang jika mereka mengelola sistem manajemen informasi elektronik dan platform pelaporan, serta memenuhi persyaratan moderasi konten yang memuaskan seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo.

Begitu ada laporan munculnya konten yang dilarang pada platform mereka, PSE harus menghapusnya dalam waktu 24 jam, atau 4 jam ketika dinilai mendesak, seperti pornografi anak, terorisme, atau konten yang dianggap bisa menyebabkan keresahan di tengah masyarakat. Dengan tidak jelasnya definisi konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, maka kemungkinan waktunya tidak akan cukup untuk merespons permohonan penghapusan.

Pembebasan PSE terkait UGC ini masih membingungkan karena disebutkan bahwa PSE lingkup privat berbasis UGC “dapat dibebaskan” dari liabilitas hukum setelah mereka memenuhi semua persyaratan moderasi konten. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa PSE lingkup privat masih bisa dianggap bertanggung jawab bahkan setelah mereka sudah memenuhi semua persyaratan. Pasal 11 harus direvisi dan dengan jelas menyatakan bahwa PSE Lingkup Privat “akan dibebaskan” dari tanggung jawab, alih-alih “dapat dibebaskan”.

Pemerintah harus mempertimbangkan untuk menggunakan cara koregulasi UGC bersama-sama dengan pihak swasta. Adanya dialog antara pemerintah dan swasta serta pembagian tanggung jawab akan membantu proses hukum menjadi lebih relevan dan bisa terus berkembang seiring cepatnya perkembangan lanskap digital yang sangat dinamis dan agar tetap terbuka terhadap perkembangan inovasi dan teknologi.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 134 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 134 views  //  0 downloads