Sebuah Perspektif Kebijakan terhadap Perkebunan Tembakau dan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Eylül 8, 2020  //  DOI: 10.35497/324542
Pingkan Audrine

Metrics

  • Eye Icon 502 views
  • Download Icon 152 downloads
Metrics Icon 502 views  //  152 downloads
Sebuah Perspektif Kebijakan terhadap Perkebunan Tembakau dan Kesehatan Masyarakat di Indonesia Image
Abstract

Indonesia memproduksi 152.319 ton daun tembakau pada tahun 2017 dan menjadi produsen daun tembakau terbesar ke-6 di dunia. Akan tetapi, teknologi yang sudah ketinggalan menghambat produktivitas industri perkebunan tembakau hingga berada jauh di bawah negara produsen daun tembakau lainnya dan petani Indonesia terus berjuang untuk hidup dari tanaman yang membutuhkan pengerjaan yang intensif ini.

Industri rokok di Indonesia adalah kontributor lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan pajak yang signifikan. Akan tetapi, merokok tetap menjadi penyebab utama kematian dan penyakit serius di Indonesia. Industri rokok bertanggung jawab atas munculnya kerugian kesehatan masyarakat dan ekonomi yang sangat besar. Pengeluaran untuk kesehatan yang terkait langsung dengan kebiasaan merokok di Indonesia berjumlah sekitar USD1,2 miliar per tahun, dan selain itu merokok juga bertanggung jawab untuk kerugian ekonomi tidak langsung sebesar USD6,8 miliar.

Kebijakan di Indonesia tentang perkebunan tembakau dan industri rokok tidak terkoordinasi dengan baik. Pendapatan cukai dari produk tembakau mencapai Rp143,66 triliun atau setara dengan USD10,33 miliar pada tahun 2019 dan merupakan 95,5% dari seluruh pendapatan cukai. Hal tersebut membuat rokok menjadi sumber pendapatan yang penting bagi pemerintah.

Terlebih lagi, Kementerian Perindustrian melaporkan bahwa ada 1,7 juta orang yang bekerja baik di sektor produksi daun tembakau maupun cengkih pada Maret 2019. Petani tembakau menerima dukungan dari pemerintah daerah yang menerima dana melalui pembagian 2% dari pendapatan cukai hasil tembakau.

Pemerintah Indonesia telah merespons kerugian yang ditimbulkan akibat konsumsi rokok dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang membatasi iklan dan promosi produk tembakau, melarang penjualan di bawah usia 18 tahun, dan mewajibkan informasi himbauan kesehatan pada kemasan. Bab VI dalam peraturan tersebut juga mengatur program kesadaran
masyarakat yang bertujuan untuk menurunkan ketertarikan konsumen untuk merokok, tetapi prevalensi merokok di Indonesia masih cukup tinggi dengan hampir 50% di atas prevalensi global. Lebih buruk dari itu, kenaikan angka merokok di bawah umur juga menguak masalah pelaksanaan peraturan yang serius.

Rekomendasi berikut ini merespons dilema antara kebijakan untuk mengurangi prevalensi konsumsi rokok di Indonesia dan pentingnya produksi rokok untuk lapangan pekerjaan dan pemungutan pendapatan cukai.

1. Kementerian Kesehatan semestinya lebih efektif dalam mengeksekusi tugas dan tanggung jawabnya yang tertera pada Bab VI dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Terutama untuk mengevaluasi kembali dan meningkatkan kampanye kesadaran publik yang sejauh ini belum mencapai objektifnya.

2. Kementerian Kesehatan harus melakukan lebih banyak penindakan kampanye untuk melawan penjualan rokok kepada konsumen di bawah umur. Terlebih lagi, Kementerian Keuangan harus mengkaji dampak kenaikan harga dan tarif terhadap prevalensi merokok dan penjualan produk tembakau ilegal yang lebih murah serta lebih berbahaya.

3. Kementerian Kesehatan harus mengevaluasi potensi dampak kesehatan dari produk alternatif yang tergolong pengurangan-dampak buruk (harm reduction). Melihat respons positif di Inggris, pemerintah Indonesia harus mempelajari apakah konsumen perlu didorong untuk beralih dari menghirup tar yang berbahaya ke rokok elektronik atau sistem penghantar nikotin elektronik (electronic nicotine delivery system/ENDS). Pemerintah harus mengkaji berbagai cara untuk mengurangi risiko terkait produk rokok elektrik dan juga untuk membatasi penggunaannya hanya bagi konsumen dewasa. Pelarangan total terhadap rokok elektronik tidak direkomendasikan karena hal tersebut akan mengeliminasi pilihan untuk menggunakan produk pengurangan-dampak buruk.

4. Terakhir, petani tembakau membutuhkan dukungan teknis. Meningkatkan kemampuan dan teknologi yang mereka gunakan akan memberdayakan para petani ini untuk menanam tembakau yang dapat digunakan sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui atau untuk mengekstraksi nikotin untuk produk rokok elektrik alih-alih untuk rokok konvensional. Dukungan finansial untuk petani tembakau bisa didapatkan melalui upaya-upaya seperti memperuntukkan proses perpajakan untuk membiayai program transisi tembakau di mana diperlukan.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 502 views
  • Download Icon 152 downloads
Metrics Icon 502 views  //  152 downloads