Dampak Negatif Penetapan RUU Larangan Minuman Beralkohol terhadap Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat Indonesia (Sebuah Kajian di Enam Kota)
Грудень 3, 2016  //  DOI: 10.35497/270466
Rofi Uddarojat

Metrics

  • Eye Icon 4334 views
  • Download Icon 1730 downloads
Metrics Icon 4334 views  //  1730 downloads
Dampak Negatif Penetapan RUU Larangan Minuman Beralkohol terhadap Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat Indonesia (Sebuah Kajian di Enam Kota) Image
Abstract

Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai suatu kegiatan yang membahayakan bagi kesehatan. Kondisi intoksikasi akibat minuman beralkohol (mabuk) dianggap sebagai suatu hal yang buruk dan menjadi sumber penyakit masyarakat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sedang mendiskusikan Rancangan Undang Undang yang bertujuan untuk menghapus produksi, distribusi dan konsumsi minuman beralkohol di sebagian besar wilayah di Indonesia.

Tentu niat baik ini patut dipuji. Akan tetapi, larangan seperti ini justru memiliki dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian kami di enam kota di Indonesia menegaskan bahwa alih-alih mengurangi keinginan seseorang untuk mabuk, larangan ini justru memfasilitasi tumbuhnya pasar gelap. Hal ini jelas terlihat terutama di wilayah-wilayah dengan larangan parsial yang membatasi distribusi minuman beralkohol di zona-zona tertentu. Dalam survei yang diselenggarakan pada wilayah yang menerapkan larangan total maupun parsial, konsumen melihat adanya peningkatan jumlah toko minuman beralkohol sebanyak lebih dari 75% dibandingkan tahun 2010, saat minuman keras masih legal dan banyak tersedia dengan harga yang terjangkau.

Kurangnya akses terhadap minuman beralkohol yang legal (recorded alcohol) justru menguatkan keinginan konsumen di Indonesia untuk mendapatkan minuman keras yang lebih kuat dan racikan minuman keras yang sangat berbahaya, yang disebut dengan oplosan. Oplosan banyak tersedia dan dianggap konsumen sebagai cara yang cepat dan ampuh untuk mendapatkan efek memabukkan. Di sisi lain, penjual pun senang karena minuman ini didistribusikan dalam porsi yang lebih kecil dari anggur atau bir dan lebih mudah untuk disembunyikan dari aparat penegak hukum. Contoh di Indonesia ini membuktikan hukum “Iron Law of Prohibition” yang menyatakan
bahwa larangan minuman beralkohol justru menyebabkan kecenderungan peminum mengonsumsi minuman dengan kandungan yang lebih berat dan berbahaya.

Pemerintah Indonesia juga telah berusaha untuk membatasi konsumsi minuman beralkohol dengan menetapkan pajak cukai yang tinggi, sementara pemerintah daerah menetapkan zona-zona larangan di sekitar masjid, rumah sakit, sekolah, alun-alun kota, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan semacam ini ternyata memiliki dampak yang tidak dikehendaki. Penetapan pajak yang tinggi di tahun 2010 telah membuat alkohol legal (recorded) menjadi begitu mahal sehingga konsumen beralih ke minuman beralkohol yang ilegal (unrecorded). Korban tewas akibat minuman keras ilegal mengalami peningkatan dari 149 orang di tahun 2008-2012 menjadi 487 orang di tahun 2013-3016. Sementara itu, kebijakan zona larangan sering begitu meluas sehingga lokasi-lokasi penjualan minuman beralkohol legal tidak mungkin lagi ditemukan, hal ini memberikan dampak buruk yang sama seperti pada pelarangan total.

Kajian ini merekomendasikan bahwa tarif impor dan cukai harus diturunkan sehingga minuman beralkohol yang legal dan aman dikonsumsi menjadi lebih terjangkau. Selain itu, konsumen pun dapat terhindar dari dorongan untuk membeli alkohol ilegal yang berbahaya. Untuk melindungi konsumsi di bawah umur, konsumen minuman beralkohol wajib memperlihatkan identitas dan usia mereka.
Penjual resmi sudah seharusnya diberikan lisensi dengan mekanisme dan prosedur yang ketat. Yang terakhir, berbagai program edukasi masyarakat juga harus dilaksanakan untuk menciptakan kesadaran dan pemahaman tentang bahaya konsumsi minuman beralkohol berlebihan.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 4334 views
  • Download Icon 1730 downloads
Metrics Icon 4334 views  //  1730 downloads