Reformasi Kebijakan Beras : Menghapuskan Pembatasan Perdagangan Beras di Indonesia
Серпень 11, 2017  //  DOI: 10.35497/271867
Hizkia Respatiadi, Hana Nabila

Metrics

  • Eye Icon 1015 views
  • Download Icon 631 downloads
Metrics Icon 1015 views  //  631 downloads
Reformasi Kebijakan Beras : Menghapuskan Pembatasan Perdagangan Beras di Indonesia Image
Abstract

Tiga perubahan kebijakan dapat membuat harga beras lebih terjangkau bagi warga miskin.
Pertama, pemerintah sebaiknya menghapuskan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27/M-DAG/
PER/5/2017 tahun 2017 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga
Acuan Penjualan di Konsumen. Kebijakan ini belum berhasil menurunkan harga beras, yang
melonjak ke rata-rata Rp 10.646,56 per kilogram, atau 12,07% di atas HET antara September
2016 hingga Mei 2017. Harga beras di Indonesia mencapai sekitar dua kali lipat lebih mahal
dibandingkan harga internasional pada Mei 2017. Selain itu, kebijakan HET secara tidak adil
menempatkan tanggung jawab untuk menurunkan harga beras pada para pedagang eceran,
padahal laba terbesarnya justru dinikmati oleh para tengkulak, pemilik penggilingan padi, dan
pedagang grosir.
Kedua, pemerintah sebaiknya menghapus Pasal 9 ayat 1.b pada Permendag Nomor 103/M-DAG/
PER/12/2015 tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras yang memberikan Badan
Urusan Logistik (Bulog) hak untuk memonopoli importasi beras. Terkait dengan ini, pemerintah
seyogyanya memfokuskan diri sebagai regulator guna memastikan keadilan dan transparansi
dalam proses impor tersebut. Bulog tidak dapat menentukan waktu impor berdasarkan
kebutuhan dan kondisi pasar dikarenakan badan tersebut harus mempertimbangkan proses
birokrasi dan pertimbangan politis pemerintah. Akibatnya, Bulog menghabiskan lebih banyak
dana untuk impor beras daripada yang seharusnya, sehingga memboroskan anggaran hingga
Rp 303 milyar (22,78 juta dolar Amerika Serikat [AS]) antara tahun 2010 hingga 2017. Oleh
karena itu, importasi dan distribusi beras sebaiknya dibuka sebagai peluang usaha bagi
perusahaan-perusahaan swasta yang memenuhi syarat. Hal ini penting mengingat rantai
distribusi beras impor lebih pendek dibandingkan beras lokal, sehingga beras impor dapat
dengan cepat memenuhi kebutuhan para konsumen.
Ketiga, Bulog sebaiknya memusatkan perhatian pada tugasnya dalam penanggulangan
bencana, terutama dalam menyiapkan, mengelola, dan mendistribusikan beras ke daerahdaerah yang terdampak oleh bencana maupun situasi darurat lainnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.234 situasi bencana sepanjang paruh pertama
tahun 2017, termasuk banjir, tanah longsor, puting beliung, dan gempa bumi. Sejumlah bencana alam diperkirakan akan terus melanda Indonesia, sehingga upaya penanggulangan bencana selayaknya menjadi prioritas penting.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 1015 views
  • Download Icon 631 downloads
Metrics Icon 1015 views  //  631 downloads