Transfer Teknologi dan Pengetahuan untuk Peternakan Sapi Perah Kontribusi Sektor Swasta dalam Meningkatkan Produksi Susu
Вересень 17, 2022  //  DOI: 10.35497/557428
Ibnu Budiman, Aditya Alta

Metrics

  • Eye Icon 56 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 56 views  //  0 downloads
Transfer Teknologi dan Pengetahuan untuk Peternakan Sapi Perah Kontribusi Sektor Swasta dalam Meningkatkan Produksi Susu Image
Abstract

Produksi susu segar Indonesia hanya mampu memenuhi 22% permintaan susu nasional. Dengan semakin meningkatnya konsumsi susu dan adanya target nasional agar produksi domestik dapat memenuhi setidaknya 60% permintaan nasional pada tahun 2025, adalah hal yang penting untuk meningkatkan produktivitas peternakan sapi perah. Upaya untuk menggenjot produktivitas ini membutuhkan adopsi berbagai teknologi, teknik, dan praktik manajemen peternakan yang lebih baik oleh peternakan sapi perah. Akan tetapi, karena peternak sapi perah sebagian besar adalah peternak rakyat, investasi pada teknologi menjadi suatu tantangan tersendiri karena masalah biaya, skala produksi yang kecil, serta kurangnya informasi dan kesadaran.

Dalam hal ini, menjalin kemitraan dengan sektor swasta dapat menjadi solusi, sebagaimana telah dibuktikan dalam sejumlah studi kasus terkait transfer teknologi dan pengetahuan dari perusahaan-perusahaan pengolahan besar (seperti Cimory, Frisian Flag Indonesia [FFI], dan Nestlé) dan organisasi-organisasi pembangunan internasional yang beroperasi di Jawa Barat dan Jawa Timur. Salah satu contoh kolaborasi adalah dukungan untuk upaya digitalisasi pusat pengumpulan susu (milk collection points atau MCP). Sistem digital ini menentukan harga yang mencerminkan kualitas susu setiap peternak, sehingga memberi insentif kepada mereka untuk berinvestasi pada teknologi, perbaikan peralatan, dan manajemen yang lebih baik guna meningkatkan kualitas dan produksi susunya. Berbagai mekanisme kontrak diterapkan dalam transfer teknologi—ada transfer teknologi yang diiringi dengan kesepakatan pemasok dengan
persyaratan-persyaratan pemasokan yang bersifat wajib, dan ada yang diberikan sebagai hibah dan pinjaman yang terikat dengan komitmen untuk mempertahankan kualitas dan standar susu.

Sementara itu, upaya pemerintah dalam mempromosikan adopsi teknologi sebagian besar dilakukan dalam bentuk pemberian teknologi secara gratis. Pemberian teknologi gratis atau bersubsidi hanya efektif secara jangka pendek ketika teknologi tersebut diperkenalkan, dan dapat berujung pada adopsi semu; dalam jangka panjang, teknologi tersebut justru kerap ditinggalkan. Perbandingan antara program-program transfer teknologi yang dilakukan oleh pemerintah dan sektor swasta juga mengungkap adanya ketidaksinambungan. Bantuan pemerintah acap kali diberikan sebagai hibah teknologi atau peralatan, yang dijalankan menggunakan vendor. Pasalnya, banyak program nasional tumpang tindih dengan program-program pemerintah lokal dan tidak dibarengi dengan pemantauan, evaluasi, dan pelatihan pengguna yang memadai. Sebaliknya, program-program yang dilaksanakan oleh sektor swasta dan donatur memanfaatkan pendekatan yang berbasis pasar dan komersial atau semi-komersial, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, serta meliputi pelatihan yang terstandar dan layanan purna jual (after- sales service). Program-program pemerintah dan swasta sering saling tumpang tindih dan menyampaikan pengetahuan yang bertentangan.

Untuk meningkatkan adopsi teknologi oleh para peternak sapi perah, Kementerian Pertanian (Kementan) perlu mengakui dan memfasilitasi peran sektor swasta dalam transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini dapat dicapai dengan menyediakan dasar hukum yang lebih kuat dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementan selanjutnya, serta merevisi dan menerapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 13/2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan. Dengan demikian, transfer teknologi dan pengetahuan dapat menjadi skema kemitraan antara perusahaan dengan peternakan. Pemetaan upaya-upaya transfer teknologi yang telah dilakukan oleh sektor swasta, donatur, dan pemerintah lokal juga dapat dilakukan untuk mengurangi fragmentasi dan tumpang tindih program. Kementan seyogianya menghindari pemberian bantuan yang telah diberikan oleh pemangku kepentingan lainnya, dan alih-alih melengkapi dan memfasilitasi upaya-upaya tersebut melalui pendekatan berbasis pasar.

Full text
Show more arrow
 

Metrics

  • Eye Icon 56 views
  • Download Icon 0 downloads
Metrics Icon 56 views  //  0 downloads